Oknum Staf Dinas Pertanahan Berau Kaltim Di Duga Jual Lahan Masyarakat Kelompok Tani
Kaltim, Sinarpost.id - Barikut ini Laporan Tim Wartawan dari Kalimantan Timur kab Berau Para petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Cahaya Bone Lestari (CBL) di Limunjan, Kecamatan Sambaliung, Kabupaten Berau, merasa resah. Mereka menyoroti dugaan penjualan lahan garapan seluas 30 hektare yang diklaim dilakukan secara ilegal. Kasus ini melibatkan oknum dari salah satu oknum yang berinisial A dari dinas pertanahan dan membuat ratusan kepala keluarga khawatir akan kehilangan mata pencaharian mereka.
Lahan tersebut, yang sudah digarap secara turun-temurun untuk menanam padi dan sayuran selama puluhan tahun, tiba-tiba beralih kepemilikan tanpa sepengetahuan warga.
Menurut Ketua Kelompok Tani Limunjan, Sumardi, kelompoknya memiliki bukti sah atas kepemilikan lahan.
"Kami sudah puluhan tahun mengolah lahan ini. Tiba-tiba ada kabar bahwa lahan kami sudah dijual. Ini merugikan kami semua," ujarnya.
Sumardi juga menambahkan bahwa dia dan beberapa anggota kelompok tani lainnya pernah diintimidasi oleh inisial A dari dinas pertanahan.
Polemik ini semakin rumit setelah ex Ketua RT dan Ketua RT masih menjabat setempat mengaku tidak tahu-menahu tentang proses pembuatan sertifikat di wilayahnya.
Informasi yang beredar di masyarakat menyebutkan bahwa salah satu oknum dinas tersebut diduga memalsukan dokumen dan tanda tangan untuk melancarkan transaksi ilegal ini, yang nilai kerugiannya mencapai jumlah yang fantastis.
Sebagai tanggapan, kelompok tani telah melaporkan kasus ini ke aparat penegak hukum. Mereka mendesak agar kasus ini diusut tuntas dan menuntut pemerintah daerah untuk segera turun tangan melindungi hak-hak petani.
Rencananya, aksi protes damai akan terus dilakukan hingga ada kejelasan dari pihak berwenang.
Penjelasan dari Dinas Pertanahan dan Tanggapan Kuasa Hukum
Menanggapi isu tersebut, perwakilan dari dinas pertanahan dengan inisial A memberikan penjelasan mengenai program Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA). Program ini merupakan hasil kerja sama tiga kementerian: Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Agraria.
Menurut A, lahan yang dimaksud, yang dikategorikan sebagai Kawasan Budidaya Kehutanan (KBK), baru dikeluarkan pada Agustus 2023 di bawah program TORA dari Kementerian Kehutanan. A menjelaskan bahwa program ini ditujukan bagi mereka yang sudah mengelola lahan tersebut.
"Bagi yang merasa memiliki lahan tersebut, dipersilakan untuk mendaftarkan diri agar memperoleh sertifikat sesuai permohonan," kata A.
Ia menambahkan bahwa prosedur pendaftaran meliputi pengisian blangko permohonan yang ditandatangani di atas materai Rp10 ribu, melampirkan KK dan KTP, serta menunjukkan kepemilikan lahan. Selanjutnya, tim akan melakukan pengukuran dan menetapkan koordinat lahan.
A juga menegaskan bahwa mereka yang tidak mendaftar, apalagi jika lahan masih berupa hutan dan belum ada bukti tanam tumbuh, tidak akan diakui haknya karena tidak memiliki alas hak yang sah.
Sementara itu, Gunawan, S.H., selaku kuasa hukum kelompok tani, menyoroti beberapa aspek hukum terkait kasus ini.
"Kasus sengketa lahan seperti ini sering terjadi karena kurangnya kepastian hukum dan lemahnya pengawasan terhadap proses jual beli lahan," ujarnya.
Gunawan menekankan bahwa pemerintah perlu memperketat regulasi dan meningkatkan transparansi dalam pengelolaan pertanahan untuk mencegah praktik ilegal yang merugikan masyarakat kecil.
Gunawan juga menjelaskan bahwa tindakan menduduki atau mengklaim tanah tanpa hak yang sah dapat dikategorikan sebagai penyerobotan tanah dan dapat dituntut secara pidana maupun perdata. Apabila terbukti adanya pemalsuan dokumen tanah, seperti akta jual beli, maka dapat diajukan tuntutan pidana sesuai dengan Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengenai pemalsuan surat.(Tim Sinar Post NKRI 09/Hendra Sitorus)
Posting Komentar